Jumat, 25 November 2011

Infrastruktur transportasi butuh Rp2.800 triliun

JAKARTA: Pemerintah menyiapkan proyek infrastruktur transportasi senilai Rp2.800 triliun, hampir 40% dari total PDB RI yang Rp7.300-an triliun, dalam usulan kegiatan prioritas penguatan konektivitas nasional fase I.

Dari total dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut, pemerintah hanya menyediakan 10%, sisanya akan diberikan ke pihak swasta maupun BUMN baik berupa kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau bentuk lainnya.

"Proyek ini menjadi bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Proyek ini masuk sebagai usulan kegiatan transportasi prioritas dalam penguatan konektivitas nasional fase I atau quick wins," kata

Direktur Transportasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) Bambang Prihantono usai seminar Percepatan Implementasi MP3EI dalam konteks pembangunan moda dan sistem transportasi publik yang ideal, di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan dana yang dibutuhkan untuk sementara ditetapkan Rp2.800 triliun, namun angka itu masih belum final karena masih dalam studi yang harus dikoordinasikan dengan sejumlah pihak.

Dari total dana tersebut, pemerintah hanya mampu menyediakan 10% dan sisanya akan diserahkan kepada swasta maupun BUMN dalam bentuk KPS ataupun bentuk lainnya.

Dalam materi seminar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Armida S. Alisjahbana mengatakan usulan kegiatan prioritas quick wins fase I transportasi dalam MP3EI tersebut antara lain pengembangan perkeretaapian berupa pembangunan infrastruktur baru yang terdiri dari delapan proyek.

Termasuk di dalamnya yakni pembangunan jalur ganda kereta api (KA) Lintas Utara Jawa, KA double-double track jalur Manggarai-Cikarang, pengembangan KA akses ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, KA akses ke Bandara Juanda Surabaya, KA angkutan batu bara di Sumatera Selatan, KA angkutan batu bara di Kalimantan Tengah, KA Tanjung Priok, dan KA jalur Bandar Tinggi-Kuala Tanjung.

Selanjutnya pengembangan transportasi perkotaan Jabodetabek yang terdiri dari empat proyek yamni pengembangan KA loopline Jabodetabek, MRT Jalur Utara-Selatan, pelaksanaan studi MRT jalur Timur-Barat, dan Jakarta Monorail.

Proyek lainnya berupa optimalisasi dan pembangunan infrastruktur baru, yakni meningkatkan pelayanan penerbangan yang terdiri dari enam proyek.

Keenam yakni pengembangan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, pembangunan Bandara Kuala Namu Medan, pengembangan Bandara Ngurah Rai Denpasar, persiapan pembangunan bandara baru di Bali Utara dengan skema KPS, pengoperasian Bandara Internasional Lombok, dan persiapan pembangunan bandara Kertajati dengan skema KPS.

Proyek lainnya yakni merevitalisasi angkutan penyeberangan antar pulau atau Ro-Ro dan optimalisasi subsidi perintis serta pemberian Public Service Obligation (PSO).

Terdiri dari tiga proyek yakni pembangunan Dermaga Merak-Bakauheni, penambahan jumlah kapal yang melayani Merak-Bakauheni, dan revitalisasi angkutan Ro-Ro antar pulau.

Armida menjelaskan masih banyak lagi proyek yang masuk dalam fase I quick wins, di antaranya meningkatkan konektivitas terminal kontainer Internasional Tanjung Priok dan mempercepat pembangunan pelabuhan alternatif Tanjung Priok, pengembangan Pelabuhan Belawan, peningkatan layanan jalan, serta pembangunan pusat distribusi di Indonesia Bagian Timur.

Asisten Deputi Infrastruktur Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kemenko Bidang Perekonomian Tulus Hutagalung mengatakan permasalahan sistem transportasi di Tanah Air sangat kompleks.

Permasalahan-permasalahan tersebut, lanjut Tulus, biaya transportasi publik menjadi tinggi. Di Jakarta, rata-rata 30% dari pendapatan untuk transportasi kota. Di Afrika Selatan saja hanya 10%, Amerika Serikat 4,68%. Waktu tunggu angkutan umum di kota metropolitan rata-rata 46 menit pada jam sibuk.

Masalah lainnya yakni transportasi publik tidak efektif. Hanya 7 kota yang menggunakan bus besar. Rasio antar panjang jalan yang dilayani trayek dengan total panjang jalan diperkotaan rata-rata masih di bawah 70%, bahkan di beberala kota mempunyai rasio di bawah 15%.

Tulus menambahkan permasalahan lainnya yakni ketergantungan terhadap kendaraan pribadi semakin tinggi. Hal ini terlihat dari kecepatan rata-rata lalu lintas di Jakarta turun 3,6% per tahun, di Bandung turun 3,2% per tahun.

Selain itu, jelas Tulus, Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) akan mengalami kerugian ekonomi Rp65 triliun per tahun pada 2020.

Kerugian ini dihitung berdasarkan faktor kecelakaan, polusi, bahan bakar minyak, kerusakan jalan. Kota Bandung akan merugi Rp47,35 triliun per tahun pada 2030. "Kota-kota lain akan mengalami hal serupa," katanya.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit mengatakan sistem logistik harus mampu mengaitkan sistem transportasi fisik, sistem tataniaga komoditi, dan sistem pembiayaan distribusi.

"Transportasi bertanggung jawab atas 20%-25% harga akhir dari produk pertanian yang diusahakan masyarakat miskin, tetapi hanya lebih kecil dari 2% dari komoditi pertanian industri besar," kata Danang. (Bsi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar