Selasa, 01 November 2011

Wapres pertanyakan toko merek impor di mal

JAKARTA: Wapres Boediono menilai banyaknya gerai untuk barang impor di suatu mal hanya sekadar menjadi toko dari produsen sejumlah produk yang ada di luar negeri.

"Kalau ada investasi mal, tapi mal itu isinya outlet barang impor, [linkage-nya] hampir  nol juga. Karena sebetulnya toko saja dari produsen yang ada di luar," kata Boediono saat membuka cara Nusa Tenggara Investment Day di Hotel Ritz Carlton hari ini.

Menurut dia, keterkaitan investasi akan besar apabila barang dihasilkan di dalam negeri dan masuk ke dalam pasar domestik pula. Investasi berkualitas jika dampaknya dirasakan  bagi perekonomian maupun kesejahteraan masyatakat.

Di samping itu, katanya, diharapkan suatu investasi juga bisa menyerap banyak tenaga kerja di dalam negeri. Diharapkan investasi dengan nilai tambah tersebut kemudian disebarkan sebagai sumber pendapatan masyarakat.

"Kalau investasi mengkait langsung dengan konsumsi dalam negeri linkage-nya besar sekali. Jadi barang yang dihasilkan dan itu masuk dalam pasar domestik dalam jumlah yang besar."

Boediono menambahkan akan baik jika investasi dengan keterkaitan yang bagus dilaksanakan oleh para pengusaha nasional. (tw)
  JAKARTA: Wapres Boediono menilai banyaknya gerai untuk barang impor di suatu mal hanya sekadar menjadi toko dari produsen sejumlah produk yang ada di luar negeri.

"Kalau ada investasi mal, tapi mal itu isinya outlet barang impor, [linkage-nya] hampir  nol juga. Karena sebetulnya toko saja dari produsen yang ada di luar," kata Boediono saat membuka cara Nusa Tenggara Investment Day di Hotel Ritz Carlton hari ini.

Menurut dia, keterkaitan investasi akan besar apabila barang dihasilkan di dalam negeri dan masuk ke dalam pasar domestik pula. Investasi berkualitas jika dampaknya dirasakan  bagi perekonomian maupun kesejahteraan masyatakat.

Di samping itu, katanya, diharapkan suatu investasi juga bisa menyerap banyak tenaga kerja di dalam negeri. Diharapkan investasi dengan nilai tambah tersebut kemudian disebarkan sebagai sumber pendapatan masyarakat.

"Kalau investasi mengkait langsung dengan konsumsi dalam negeri linkage-nya besar sekali. Jadi barang yang dihasilkan dan itu masuk dalam pasar domestik dalam jumlah yang besar."

Boediono menambahkan akan baik jika investasi dengan keterkaitan yang bagus dilaksanakan oleh para pengusaha nasional. (tw)
 

Ekspor semua jenis rotan akan dilarang

CIREBON: Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menghentikan total ekspor rotan untuk meningkatkan kinerja industri rotan di Tanah Air sekaligus mengurangi perusakan hutan.

Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan pemerintah akan mengembalikan kejayaan industri rotan di Tanah Air.

Pemerintah akan menyiapkan konsep lebih matang, dan bukan semata untuk kepentingan pengusaha saja, tapi kebanggaan bangsa Indonesia yang punya bahan baku rotan, namun industrinya justru tidak maju.

"Kita majukan rotan dengan konsep yang lebih matang. Semua kritik sudah kami dengar terhadap konsep yang ada, tapi kami akan lanjutkan. Bukan hanya Cirebon saja, tetapi di daerah lain, bahkan akan ada pengembangan sentra produksi rotan di daerah penghasil," katanya hari ini.

Harus holistik
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pemerintah telah duduk intensif untuk membahas seluruh aspek yang terkait dengan pengembangan industri rotan di Tanah Air. Apapun yang ingin dikembangkan, katanya, sesuai dgn masterplan yang mengacu pada penambahan nilai.

"Kami ingin ambil sikap apapun dari sisi kebijakan untuk kepentingan menaikkan daya saing. Kalau cerita harga ekspor bahan baku US$1--US$1,5 sedangkan barang jadi US$8--US$20 nyata sekali opportunity loss sangat besar dan harus diraih kembali," katanya.

Gita mengatakan kebijakan apapun yang pemerintah buat harus holistik dan terkonsolidari dengan beberapa pertimbangan. Pertama, penyerapan yang harus dilakukan oleh industri yang diyakini sangat besar.

Kedua, katanya, bahwa apapun yg diserap akan mengikuti koridor aturan dari Kemenhut. Ketiga, pemerintah yakin bahwa kebijakan itu akan bisa membuahkan industrialisasi, tidak hanya di Cirebon tetapi di daerah sumber bahan baku untuk industri terkait yang hendak dimunculkan.

"Gubernur daerah penghasil juga akan mendukug kebijakan. Gubernur Kalteng juga merekomendasikan pelarangan ekspor, sikap tersebut kami dengar. Untuk itu, Kemendag menggarisbawahi untuk mengambil sikap untuk melarang ekspor bahan baku. Seluruh jenis rotan kami larang diekspor sehingga bisa dimanfaatkan untuk industri dalam negeri," katanya.

Namun, Gita juga mengatakan dengan kebijakan yang akan menggantikan regulasi sebelumnya yang memperpanjang masa ekspor sampai 31 Desember tersebut tidak sekadar meningkatkan daya saing industri.

"Tetapi saya minta dukungan agar ke depan tidak hanya daya saing yg meningat tetapi kesejahteraan bisa menular ke titik lain di seluruh pulau Indonesia."

Tunggu 6 tahun
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan 6 tahun semua pihak menunggu keputusan Kemendag agar rotan tidak diekspor.

Kebijakan pelarangan ekspor tersebut, tuturnya, menjadi jawaban menggembirakan dan sangat didukung Kemenhut yang berkepentingan pada upaya pelestarian hutan.

"Kami setuju untuk dihentikan (ekspor) karena ekploitasi menjadi berlebihan (jika tidak dilarang).

Selain itu, rattan loundring (mengekspor rotan yang statusnya diubah dari illegal menjadi legal) marak sehingga merusak lingkungan kita kalau ekspor terus dilanjutkan," terangnya.

Sunoto, perajin rotan Cirebon dengan bendera PT Erlangga BNH mengatakan penghentian ekspor rotan akan menggairahkan industri rotan nasional. Bahkan, tuturnya, beberapa investor asal Taiwan menyatakan minatnya berinvestasi di Indonesia.

"Mereka bilang, kalau pemerintah Indonesia menghentikan total ekspor rotan, kami siap investasi di Indonesia," ujarnya. (Bsi)

Penghentian ekspor rotan mentah gairahkan industri lokal

SURABAYA: Pelaku industri kecil dan menengah di Jawa Timur yakin kebijakan pemerintah pusat untuk menghentikan ekspor rotan mentah dapat menggairahkan industri  dalam negeri yang menggunakan bahan baku rotan.

Nur Cahyudi, Ketua Forum Daerah (Forda) Usaha Kecil Menengah (UKM) mengatakan industri lokal yang menggunakan bahan baku rotan sempat mengalami masa sulit pasca dibukanya kran ekspor rotan mentah atau setengah jadi pada tahun 2003.

“Bahkan, jumlah industri rotan skala besar hanya tinggal 10% dari jumlah mereka di tahun 1990an yang mencapai sekitar 90 perusahaan,” katanya pada wartawan, hari ini.

Nur Cahyudi berharap dengan dihentikannya ekspor rotan mentah ini, industri yang menggunakan bahan baku rotan dapat bergairah kembali. Sebab, industriini termasuk industri padat karya yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

“Nilai tambah ketika diekspor dalam bentuk produk jadi juga sangat besar dibanding diekspor dalam bentuk mentah,” terangnya.

Dia menerangkan, jika dieskpor dalam kondisi mentah nilai tambahnya misalkan sebesar US$1, maka dengan adanya proses lanjutan menjadi produk jadi dalam negeri, nilai tambahnya menjadi sekitar US$10.

“kebijakan (penghentian ekspor rotan mentah) ini akan memberikan kepastian pasokan bahan baku untuk industri lokal sehingga nilai dan volume ekspor produk rotan akan kembali naik, “ tegasnya.(api)
 

3 Tahun lagi, Indonesia jadi net importir kakao?

JAKARTA: Indonesia diperkirakan akan menjadi importir kakao dalam 3 tahun ke depan lantaran peningkatan konsumsi tidak diimbangi dengan produksi komoditas tersebut di dalam negeri. 
 
Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang mengatakan konsumsi biji kakao dalam tiga tahun ke depan diperkirakan sebesar 650.000 ton-800.000 ton. Adapun produksi di dalam negeri diperkirakan tidak lebih dari 600.000 ton. 
 
“Dengan kapasitas 650.000 ton, sebetulnya sudah lampu merah buat kita. Kita bisa saja net importir,” ujar Zulhefi kepada Bisnis, hari ini.
 
Dia mengatakan konsumsi biji kakao terbesar akan diserap oleh industri pengolahan kakao skala besar sebagai dampak implementasi kebijakan bea keluar (BK) atas komoditas kakao yang telah berjalan selama 18 bulan. 
 
Akibat kebijakan tersebut, lanjut dia, muncul industri skala besar di dalam negeri. Saat ini, lanjutnya, telah ada empat perusahaan yang menyatakan akan masuk ke Indonesia. Dua di antaranya bahkan sudah memastikan untuk membuka pabrik baru di Tanah Air. 
 
Di sisi lain, industri domestik skala besar pun mulai meningkatkan produksinya dan menyerap biji kakao dalam jumlah yang cukup besar. 
 
“Jadi bakal ada persaingan memperebutkan pasokan biji kakao. Yang bisa bersaing adalah industri skala besar sementara yang kecil-kecil pasti akan tetap mati suri.” (arh)
 

Walah, impor terbesar obat tradisional kita ternyata dari Amerika

JAKARTA: Amerika menjadi pemasok obat tradisional dan herbal impor terbesar di pasar domestik dengan pangsa pasar mencapai 47% dari total impor secara keseluruhan.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai impor obat tradisional dan herbal sepanjang tahun ini mencapai US$40,48 juta. Dari jumlah itu, produk Amerika tercatat sebesar US$19,13 juta.

Charles Saerang, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu), mengatakan implementasi Permendag No.57/M-DAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, di mana obat tradisional dan herbal tercakup di dalamnya, berdampak positif bagi statistik impor produk tersebut.

Dengan pengaturan impor itu, kata dia, identifikasi terhadap produk obat tradisional dan herbal yang masuk ke Tanah Air menjadi lebih jelas, sehingga dapat diketahui pemasok impor terbesar termasuk pemain impornya.

"Sekarang ini kita jadi tahu posisinya bahwa Amerika adalah pemasok obat tradisional dan herbal yang paling besar ke dalam negeri. Sebelum adanya permendag itu, kita tahu pemainnya siapa saja tapi tidak tahu besarnya impor," kata Charles kepada Bisnis, baru-baru ini.

Data menunjukkan impor obat tradisional dan herbal terbesar kedua ditempati oleh Malaysia. Impor dari negeri Jiran tersebut tercatat sebesar US$7,09 juta dengan penguasaan pangsa pasar hampir 18%.

Sementara itu, impor dari Korea Selatan menempati posisi ketiga dengan nilai impor mencapai US$5,13 juta atau hampir 13% dari total impor obat tradisional dan herbal.

Adapun impor dari China tercatat hanya sebesar US$131.696. Pangsa pasar produk China di pasar domestik hanya sekitar 0,33%. "Impor dari China yang tercatat memang relatif lebih sedikit tetapi untuk yang tidak tercatat atau ilegal tentu jumlahnya lebih banyak. Peredaran produk China cukup mengkhawatirkan."

Seperti diketahui, permendag No.57/2010 tersebut baru diberlakukan Maret. Semula permendag tersebut hanya mencakup lima produk tertentu yaitu elektronika, makanan dan minuman, alas kaki, pakaian jadi dan mainan anak-anak.

Namun, menyusul desakan pengamanan terhadap pasar obat tradisional dan herbal di pasar domestik, pemerintah akhirnya menambah cakupan produk yang diatur.

Dengan demikian, sejak Maret, impor obat tradisional dan herbal wajib masuk melalui lima pintu utama pelabuhan yang ditentukan. Di luar itu, impor produk tersebut dinyatakan ilegal.
Suplemen makanan

Data tersebut menunjukkan dari total nilai impor yang masuk selama Maret-September tersebut, lebih dari 97% produk yang masuk adalah suplemen makanan. Total nilai impor suplemen makanan mencapai US$39,60 juta.

Premix penambah daya tahan tubuh berada di posisi kedua dengan nilai impor mencapai US$696.750.

Charles mengakui konsumsi suplemen makanan di Tanah Air memang cukup besar. Produk suplemen makanan produksi dalam negeri pun sebetulnya sangat banyak. "Ke depan, memang kita akan menggairahkan konsumsi obat tradisional dan jamu yang kita punya. Produk kita tak kalah saing dengan produk impor," ujarnya.

Dia menambahkan pengawasan terhadap produk obat tradisional dan herbal impor tetap harus digalakkan. Pemerintah, lanjutnya, juga harus memperketat masuknya produk impor ilegal yang semakin hari semakin banyak.

"Pasar kita tentu saja terancam. Yang ilegal-ilegal itu memang seharusnya diawasi. Kalau tidak, pasar kita bisa tergerus." (ea)

Nilai ekspor September 2011 turun 4,45 persen dibanding Agustus.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan target ekspor Indonesia sebesar US$200 miliar dapat tercapai jika sisa waktu tahun ini dapat digenjot rata-rata US$16 miliar per bulan. Saat ini nilai ekspor kumulatif hingga September mencapai US$152,5 miliar.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Djamal, target ekspor Indonesia dapat tercapai atau tidaknya juga bergantung pada kondisi perekonomian global.

"Sekarang saja sudah sekitar US$152 miliar. Untuk mencapai US$200 miliar itu butuh US$48 miliar lagi," ujarnya saat ditemui seusai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa 1 November 2011.

Menurutnya untuk mencapai target ekspor itu, masih memiliki waktu 3 bulan lagi, yaitu Oktober, November, dan Desember.

Sementara itu nilai ekspor Indonesia pada September 2011 sendiri tercatat US$17,82 miliar. Angka ini turun 4,45 persen dibandingkan Agustus 2011 yang sebesar US$18 miliar. Ekspor migas Indonesia pada September 2011 mencapai US$4,17 miliar. Sementara ekspor non migas mencapai US$13,65 miliar.

Nilai ekspor non migas Indonesia pada periode Januari-September 2011 mencapai US$120,85 miliar dan terbesar berasal dari bahan bakar mineral senilai US$19,34 miliar, dan lemak dan minyak hewan nabati sebesar US$15,77 miliar.

Pangsa pasar ekspor Indonesia pada Januari-September 2011 terbesar adalah ke China dengan nilai US$14,9 miliar, Jepang US$13,63 miliar, dan Amerika Serikat US$11,84 miliar. "Pangsa ekspor ketiga negara ini mencapai 33,4 persen dari total ekspor Indonesia," imbuhnya.

Untuk nilai impor Indonesia di September 2011 mencapai US$15,1 miliar atau naik 56,44 persen dibandingkan September 2010. Nilai impor non migas naik 3,72 persen dan impor migas turun 10,3 persen.

"Impor kita di Januari-September 2011 mencapai US$129,97 miliar atau naik 33,45 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sedangkan impor non migas Januari-September mencapai US$ 99,7 miliar atau naik 27,9 persen," pungkasnya.

Impor terbesar Indonesia adalah mesin dan peralatan mekanik dengan nilai US$17,57 miliar lalu mesin dan peralatan listrik senilai US$13,33 miliar. Negara pengimpor terbesar ke Indonesia datang dari China dengan nilai US$18,57 miliar, diikuti Jepang US$13,79 miliar, dan Singapura US$7,88 miliar.

Jadi Primadona, Ekspor Sepatu RI Tembus Rp 23 Triliun

Jakarta - Meski dilanda ancaman penurunan ekspor dari pasar Eropa dan AS, kinerja ekspor sepatu cukup terjaga. Selama 9 bulan pertama 2011 ekspor sepatu sudah menembus US$ 2,8 miliar atau kurang lebih Rp 23,8 triliun (Rp 8.500/dolar).

"Sepatu masih primadona, untuk ekspor triwulan III sudah US$ 2,8 miliar, dengan ekonomi Eropa membaik target tetap US$ 3,5 miliar (total 2011)," kata Direktur Industri Aneka Ditjen Basis Manufaktur Kementerian Perindustrian Budi Irmawan kepada detikFinance, Senin (31/10/2011).

Capaian ekspor ini sangat jauh lebih baik. Pasalnya pada tahun lalu saja, total ekspor sepatu hanya menembus US$ 2,6 miliar atau Rp 22,1 triliun. Penjualan sepatu domestik pada triwulan III dipastikan menembus Rp 8 triliun. Sementara pada kuartal II tahun ini sebesar Rp 6,7 triliun.

Sementara itu di sektor industri aneka lainnya khususnya mainan anak-anak, Budi mengatakan saat ini permintaan sedang mengalami perlambatan menjelang Natal. Tapi produksi sedang digenjot demi menyelesaikan pesanan untuk permintaan awal tahun depan.

"Mainan masih berkutat di SNI wajib yang tertunda karena berdampak pada IKM yang belum siap. Masih dibahas wajib untuk produk tertentu saja," katanya.

Meskipun proyeksi Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia menargetkan nilai ekspor mainan anak-anak sepanjang 2011 mencapai US$ 500 juta dibanding tahun lalu sebesar US$ 400 juta.
(hen/dnl)