Kamis, 26 Juli 2012

IMPOR KEDELAI: Pemerintah bebaskan bea masuk

JAKARTA: Setelah mendapat protes keras dari kalangan industri olahan kedelai, pemerintah akhirnya memberikan insentif pembebasan bea masuk kedelai yang berlaku sampai akhir 2012.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bea masuk komoditas kedelai yang sebelumnya ditetapkan 5% diubah menjadi 0%. Penerapan insentif ini hanya berlaku sementara hingga harga kedelai kembali normal, yakni sampai akhir tahun ini.

Dia berharap keputusan tersebut bisa mendorong pedagang kedelai maupun pangan olahan kedelai segera menurunkan harga.

“Kita meminta dengan pembebasan bea masuk sementara ini para pedagang segera menurunkan harga dan tidak mengambil keuntungan berlebih,” ujarnya usai menggelar Rapat Koordinasi Pangan di kantornya, Rabu(25/7/2012).

Selain itu, tuturnya, pemerintah juga akan memfasilitasi para perajin tahu dan tempe untuk melakukan importasi langsung guna meminimalisasi penaikan harga berlapis. Dalam prosesnya, perajin akan dibantu oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM).

Dia juga meminta Kementerian Perindustrian untuk terus membenahi sistem produksi dan distribusi yang akan berpengaruh pada kelangsungan kegiatan para perajin olahan kedelai.

Hatta mengungkapkan kebutuhan kedelai Indonesia mencapai 2,2 juta ton, sementara produksi yang sudah terserap di dalam negeri hanya sekitar 700.000 ton. “Paling tidak importasi yang dibutuhkan sebanyak 1 juta ton kedelai,” katanya.

Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menambahkan pihaknya akan menggelar rapat pekan ini dengan tim tarif untuk memutuskan skema perubahan bea masuk kedelai. Selanjutanya, Kementerian Keuangan akan menerbitkan peraturan untuk melegalisasi kebijakan tersebut.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menilai Indonesia sulit mengurangi ketergantungan atas impor kedelai. Sementara itu di Brazil dan Argentina, negara penghasil kedelai, sedang terjadi anomali cuaca yang menyebabkan produksi terganggu.

Untuk itu, dia mengimbau masyarakat untuk lebih bijaksana dalam mengkonsumsi kedelai di tengah melambungnya harga bahan baku tempe tersebut.

Persoalan Lahan
Menteri Pertanian Suswono memaparkan melambungnya harga kedelai internasional sebenarnya bisa ditangani dengan swasembada kedelai. Persoalannya, menurut dia, ialah memperoleh lahan untuk menanam.

Sampai saat ini, dia menyebutkan lahan yang telah digunakan untuk memproduksi kedelai hanya sekitar 600.000 hektar. Padahal, dengan produktifitas lahan yang hanya menghasilkan 1,5 ton per hektar, idealnya dibutuhkan sebanyak 1,5 juta hektar lahan produksi kedelai.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat terdapat sebanyak 7,2 juta hektar lahan terlantar, tetapi lahan yang tercatat ‘bersih’ hanya sekitar 13.000 hektar. Menurut Suswono, angka tersebut jauh dari kebutuhan lahan tambahan yang sebesar 500.000 hektar.

“Problem kita untuk kedelai adalah masalah lahan. Sejak awal saya sampaikan untuk bisa swasembada kita butuh minimal 500.000 hektar,”ungkapnya.

Selain itu, dia menambahkan minimnya keuntungan yang dihasilkan kedelai, membuat para petani seringkali berganti tanam komoditas sejenis yang dinilai lebih menguntungkan seperti jagung.(msb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar