Kamis, 26 Juli 2012

Produk impor banyak langgar ketentuan barang beredar

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, produk impor mendominasi 421 kasus pelanggaran ketentuan barang beredar yang terjadi di seluruh Indonesia. Kebanyakan produk impor itu diduga berasal dari China.
"Dari 421 kasus ternyata 67,7 persen adalah barang impor," sebut Bayu dalam konferensi pers, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (26/7/2012).

Bayu menjelaskan, Pemerintah telah mengintesifkan pengawasan barang beredar sejak Januari 2012.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun menemukan sebanyak 421 kasus pelanggaran ketentuan barang beredar.

Ia mengingatkan, kasus tersebut intinya adalah pada perusahaan atau produk. Tetapi, jumlah barangnya sendiri bisa ribuan buah.

Misalnya, jelas Bayu, kementerian menemukan sebuah merek atau perusahaan ban yang melanggar ketentuan di Manado. Tapi jumlah bannya mencapai 5.500 unit.

Dari 421 kasus, ia menjelaskan, sebanyak 32,54 persen adalah produk elektronika dan alat listrik, 23,04 persen adalah alat rumah tangga, 10,9 persen adalah sparepart kendaraan, dan 8 persen adalah tekstil dan produk tekstil. Sebagian besar produk yang melanggar yakni 67,7 persen adalah barang impor.

Bayu mengatakan, sementara diduga barang impor tersebut berasal dari China. Sekarang ini masih ditelusuri kebenarannya.

"Sementara kita duga karena memang kadang-kadang namanya juga kadang-kadang barang dipalsukan dia bisa mengaku dari negara mana. Jadi kita akan melakukan pendalaman. Yang patut diduga yang cukup banyak adalah yang datang dari RRT," tuturnya.

Dan, bentuk pelanggarannya, terang Bayu, dari 421 kasus ada 42 persen terkait label.

Maksudnya, label tidak berbahasa Indonesia atau tidak menjelaskan dengan baik isi barang. Sebanyak 36,8 persen adalah pelanggaran SNI wajib.

"Dan 20,7 persen itu melanggar ketentuan buku manual dan kartu garansi," tambah dia.

Dan dari temuan 421 kasus, sebanyak 9,8 persen telah diserahkan atau dalam proses penyerahan ke Kejaksaan Agung.

Artinya, ia menjelaskan, terdapat pelanggaran pidana sesuai Undang-undang terkait perlindungan konsumen.

Sebanyak 42,8 persen dari kasus telah ditindaklanjuti dengan teguran. Ini dilakukan bila tidak ada unsur kesengajaan.

"(Sebanyak) 50 persen sampai saat ini masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan. Ini akan dilaporkan pada tahap berikutnya apakah itu akan menjadi proses pidana atau cukup hanya teguran," pungkas Bayu.

kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar