Kamis, 30 Agustus 2012

20.000 Ton Beras asal Kamboja siap masuk

SIEM REAP:  Perusahaan pengekspor beras Kamboja,Khy Thay Corp siap mengkapalkan 20.000 ton beras dan membeli peralatan pertanian dan pupuk dari Indonesia menyusul ditandatanganinya kesepakatan pembelian beras Kamboja 100.000 ton beras per tahun.

"Jika sudah ada order  dari Bulog, setiap saat bisa kami kirim. Anda lihat, di gudang kami stoknya ada. Untuk pengapalan pertama, 20.000 ton kami siap," kata Dirut Khy Thay Corp, yang kebetulan namanya juga Khy Thay di Provinsi Kampong Cham, Kamis (30/8/2012), sambil menunjuk ke tumpukan karung beras di gudang penyimpanan stok beras dan gabahnya.

Wartawan Indonesia yang mengikuti kunjungan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan ke Kamboja diundang ke lahan pertanian, pabrik pengeringan gabah dan penggilingan padi, serta gudang beras Khy Thay Corp di Distrik Suang, sekitar 150 km dari kota Siem Reap.

Perusahaan itu ingin menunjukkan kesiapan dan kompetensinya sebagai pengekspor beras ke Indonesia bersama-sama dengan Green Trade Corp, BUMN Kamboja.

“Kami sudah mengantongi izin resmi dari Kementerian Perdagangan Kamboja untuk mengekspor beras ke luar negeri, termasuk ke Indonesia," kata Prof. Samnang Heng, penasehat Khy Thay Corp yang hadir saat perjanjian ditandatangani oleh Mendag Gita Wirjawan dan Mendag Kamboja Cham Prasidh di sela-sela Pertemuan ke-44 Menteri-Menteri Ekonomi Asean.

Sesuai dengan pasal 2 Nota Kesepahaman antara pemerintah Indonesia dan Kamboja, Green Trade Corp bersama-sama dengan eksportir beras Kamboja lainnya akan menjadi pelaksana perjanjian tersebut. Khy Thay merekrut PT Galuh Prabu Wijaya sebagai mitranya Indonesianya.

Samnang Heng menjelaskan Khy Thay adalah perusahaan keluarga yang didirikan sejak tahun 1930 yang membeli gabah dari petani, menggilingnya, dan menjualnya ke Thailand dan Vietnam. Pada era 1970-an, perang saudara memporakporandakan apa yang sudah dibangun keluarga Khy Thay selama bertahun-tahun.

“Saat rezim komunis mengambil alih kekuasaan  1975, keluarga Khy Thay jadi budak dan meninggal dunia akibat kekejaman rezim. Pabrik penggilingan padi mereka ditelantarkan oleh pemerintah komunis, mesin-mesinnya dihancurkan, " katanya.

Pada 1979, Khy Thay Jr, pewaris keluarga, kembali membuka pabrik untuk membantu petani setempat menamam padi dan membeli hasil panen mereka. Pada 2008, pemerintah Kamboja secara resmi memberikan izin bagi perusahaan mengekspor beras seperti ke Polandia, Uni Soviet, dan negara-negara Asia lainnya.

“Dalam 4 tahun terakhir ini, kami menjadi perusahaan utama kamboja yang mengekspor beras ke Polandia, negara-negara bekas Uni Soviet, Belanda dan Jerman. Kami bahagia dengan ditandatanganinya kesepakatan Indonesia-Kamboja, pada akhirnya kami juga bisa ekspor ke Indonesia," kata pengajar sejarah Asia di Universitas Phnom Penh itu.

Khy Thay Jr berusaha meyakinkan bahwa perusahaannya memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan beras dunia, tidak hanya untuk Indonesia.

"Kami punya pabrik pengolahan gabah sendiri, lahan pertanian sendiri, disamping menampung hasil panen dari petani setempat," katanya.

Itu didukung oleh posisinya sebagai Ketua Asosiasi Penggilingan Padi Kamboja (CRMA). "Anggota CRMA terdiri atas 45 pemilik penggilingan padi di seluruh Kamboja," lanjutnya.

Imbal balik Menjawab pertanyaan, apa yang akan dibeli dari Indonesia sebagai imbal balik menjual beras, baik Khy Thay Jr maupun Samnang Heng menyatakan mereka akan mengimpor peralatan pertanian mulai dari pupuk, traktor, mesin pengering gabah dan penggiling padi.

“Saya faham betul dalam bisnis itu ada imbal baliknya: Saya jual apa, Anda beli apa. Jadi sama-sama menguntungkan. Kalau tidak ada imbal balik, tidak akan ada deal bisnis," kata Prof. Samnang Heng.

Direktur PT Galuh Prabu Trijaya Ika Yulita Hasanah menambahkan pihak Indonesia bisa lebih diuntungkan dari kerja sama pembelian 100.000 ton beras Kamboja.

"Sebab, Indonesia sebaliknya bisa memasukkan peralatan pertanian dan teknologi pasca-panen lainnya," kata Ika Yulita Hasanah.

Ika memperkirakan Kamboja akan membeli mesin-mesin pertanian seperti pengering gabah dan penggiling padi dengan nilai ratusan juta dolar AS. "Semoga perjanjian ini bisa segera dilaksanakan tahun ini juga," demikian Ika Yulita Hasanah.(Antara/msb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar