Jumat, 14 September 2012

IMPOR HORTIKULTURA: Pebisnis sulit urus izin

JAKARTA : Importir mengaku kesulitan mengurus izin impor hortikultura meskipun Permendag No 30/2012 tentang Ketentuan Impor Hortikultura berlaku 2 pekan lagi.

Manajer Impor PT Mitra Sarana Purnama Taufik Mampuk mengatakan pihaknya telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah untuk menjadi importir terdaftar (IT) produk hortikultura, seperti kepemilikan alat penyimpan berpendingin (cold storage) dan penunjukan minimal tiga distributor.

Namun, pemerintah hingga kini belum menerbitkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian.

"Kami siap, tapi pemerintah yang sepertinya belum siap. Kemarin saya datang ke PPHP (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementan), ajukan syarat RPIH, tapi ditolak. Mereka bilang tunggu 28 September," katanya, Kamis (13/9/2012).

Karena penolakan itu, pihaknya belum mendapat kepastian mengenai volume buah-buahan yang akan diimpor perusahaannya bulan depan.

Sebagaimana diketahui, untuk mendapat persetujuan impor dari Kemendag, importir produsen (IP) maupun IT produk hortikultura harus mendapat RPIH dari Menteri Pertanian, yang antara lain mencakup negara asal, jumlah, jenis produk, tempat pemasukan, masa berlaku, tujuan impor dan distribusi.

Taufik juga mengungkapkan hingga kini Kemendag belum mengeluarkan juklak untuk memperoleh surat keterangan pencantuman label dalam bahasa Indonesia (SKPLBI). Seperti diketahui, beleid mewajibkan setiap produk hortikultura yang diimpor mencantumkan label dalam bahasa Indonesia.

"Aturan label ini sampai sekarang juga belum jelas," ujarnya. (ra)

Jamin keamanan, harus wajib SNI

JAKARTA - Komisi VI DPR mendesak pemerintah untuk segera mewajibkan mainan anak-anak impor dari China menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna mengontrol keamanan produk tersebut.

Anggota Komisi VI DPR A. Muhajir mengatakan membanjirnya produk mainan anak-anak yang mengandung berbagai zat berbahaya untuk kesehatan sudah sedemikian. Untuk itu, ujarnya, persoalan tersebut harus ditanggapi serius dan segera diatasi.

Muhajir menjelaskan dari informasi yang diperolehnya ditemukan banyak kandungan timbal atau timah hitam dalam mainan anak-anak. Selain timbal (Pb) juga banyak mainan anak-anak yang ternyata mengandung zat berbahaya seperti merkuri (Hg), cadmium (Cd) dan Chromium (Cr), ujarnya.

 "Semua zat berbahaya itu ternyata ditemui terkandung dalam berbagai jenis mainan anak-anak dalam kadar yang juga membahayakan kesehatan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Kamis (13/9). Dia mencontohkan jenis mainan dengan kandungan zat-zat berbahaya bagi kesehatan anak itu seperti puzzle, kereta atau mobil mainan, balok rumah-rumahan yang semuanya menggunakan zat pewarna.

"Bisa dibayangkan betapa ancaman bagi kesehatan anak-anak kita itu sudah di pelupuk mata. Karenanya pemerintah harus segera bertindak melakukan pengawasan ketat," katanya.

Pada bagian lain, Muhajir menyayangkan pemerintah masih enggan melindungi anak-anak melalui pemberlakuan secara wajib SNI mainan anak-anak. Dengan kondisi demikian, dia mengusulkan pemerintah sesegera mungkin menerbitkan aturan terkait SNI mainan anak-anak, sehingga semua produk yang beredar di masyarakat benar-benar aman bagi mereka.

Muhajir juga berpendapat pemerintah harus secepatnya mengeluarkan aturan yang mampu menahan gempuran produk mainan dari China. Hal tersebut dikarenakan impor mainan anak asal China itu telah menguasai hampir 80% penjualan mainan anak di dalam negeri. (arh)

Selasa, 11 September 2012

Nilai Impor Bahan Baku Capai US$81,95 Miliar

JAKARTA: Impor Indonesia masih didominasi bahan baku/penolong sebesar 72,66% dari total impor karena membaiknya realisasi aktivitas investasi dan meningkatnya output industri di Tanah Air.

Badan Pusat Statistik menyebutkan impor bahan baku/penolong pada Januari-Juli 2012 mencapai US$81,95 miliar, disusul barang modal US$17,25 miliar dan barang konsumsi US$7,55 miliar.

Barang modal dan barang konsumsi mengambil peran masing-masing 20,28% dan 7,06% terhadap total impor Januari-Juli sebesar US$112,78 miliar.

Dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya, impor bahan baku/penolong hanya naik 9,28%, sementara barang modal melonjak 32,59% dan barang konsumsi 5,43%.

Lonjakan impor barang modal didorong oleh impor mesin dan peralatan mekanik sebesar US$16,67 miliar, mesin dan peralatan listrik US$11,31 miliar, kapal terbang dan bagiannya US$2,58 miliar.

Sementara, kenaikan impor bahan baku/penolong disumbang oleh impor besi dan baja sebesar US$6,32 miliar, plastik dan barang dari plastik US$4,19 miliar dan pupuk US$1,37 miliar. (08)

PENGUMUMAN



KPU Bea Cukai Tanjung Priok akan mengandakan sosialisasi mengenai pelayanan ekspor pada :

hari : Kamis, 13 September 2012
Pukul : 08.30 - selesai
tempat : KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok

Pendaftaran :
Secara Langsung :
1. Ruang CC Umum (Sdr. Arga Samboga)
2. Ruang CC MITA (Era Yuwono)

Melalui e-mail :
mengirimkan data dengan subject pendaftaran sosialisasi pelayanan ekspor :
1. Nama Perusahaan,
2. Nama Peserta,
3. Nomor Telepon Kantor,
4. Nomor HP,
5. Email Perusahaan (untuk pengiriman undangan)

kirim ke sosialisasi.bkli@gmail.com



KOPI: Target Jateng hanya 6.500 ton

SEMARANG: Ekspor kopi Jateng hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya  mencapai 6.500 ton, yang disebabkan oleh menurunnya produksi kopi di provinsi ini akibat pengaruh kemarau panjang tahun lalu.

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jateng Mulyono Soesilo mengatakan realisasi ekspor kopi Jateng selama Januari-Juli 2012 hanya mencapai 2.971 ton dengan nilai mencapai US$9,388 juta.

“Realisasi yang masih sangat rendah ini diakibatkan adanya penurunan produksi yang cukup signifikan tahun ini akibat pengaruh cuaca ekstrem tahun lalu. Bahkan, hingga akhir 2012 diperkirakan hanya mampu mengekspor maksimal sebanyak 6.500 ton,” ujarnya, hari ini.

Menurutnya, prediksi realisasi sebanyak 6.500 ton selama 2012 itu memperlihatkan penurunan sangat signifikan, yaitu hingga 40% dibanding realisasi ekpor kopi 2011 yang mencapai 11.056 ton dengan nilai US$28,198 juta.

“Saat ini yang kami khawatirkan kalau pada September-Oktober mendatang tidak mendapatkan curah hujan yang cukup, maka bisa dipastikan produksi kopi akan turun dan mempengaruhi ekspor kopi pada 2013,” tuturnya.

Apalagi, lanjutnya, BMKG sudah memperkirakan bahwa akan terjadi musim kemarau yng lebih panjang selama dua hingga tiga bulan lebih lama dari biasanya, tentu akan berpengaruh pada pembungaan tanaman kopi.

“Tanaman kopi memang unik, kelebihan hujan mengakibatkan proses pembungaan akan busuk, namun apabila kekurngan air hujan, juga akan mengakibatkan bunga yang dihasilkan menjadi menghitam dan rusak,” paparnya.

Menurutnya, jika hal tersebut terjadi, maka kemungkinan akan kembali seperti pada kondisi 2007, dengan realisasi ekpor hanya bisa menjadi semakin sedikit, bahkan bisa hanya mencapai sekitar 4.000 ton saja di Jateng, dimana produksi sekarang ini diperkirakan mencapai 22.000 ton.

Selain akibat penurunan produksi, lanjutnya, eksportir kopi makin terjepit karena konsumsi dalam negeri ternyata juga cukup besar, mencapai 270.000 ton seluruh Indonesia, dan 230.000 ton yang dikonsumsi diantaranya adalah kopi Robusta (andalan Indonesia), dari total produksi dalam kondisi normal kopi robusta di Indonesia mencapai 450.000 ton dan arabika 90.000 ton.

“Bahkan setiap tahunnya menunjukkan peningkatan konsumsi kopi di dalam negeri antara 5%-7 %, dari sekitar 3juta -3,5 juta karung pada tahun lalu, menjadi sekitar 3,5 juta-4 juta karung,” ujarnya.

Dia mengatakan, peningkatan konsumsi ini diakibatkan semakin berkembagnya tend minum kopi seiring menjamurnya coffeshop-coffeshop di tanah air, sehingga konsumsinya melonjak terutama robusta.

“Kami saat ini juga sudah mulai fokus menggarap pasar lokal untuk menangkap peluang itu,” ujarnya.

Dia mengatakan pasar ekspor terbesar Jateng selama ini adalah Jepang, Amerika, Italia, Jerman, yang dihasilkan dari sentra perkebunan kopi yang berasal dari daerah Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Purbalingga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Pati, sebagian besar robusta, dan sebagian kecil kopi jenis arabika di Wonosobo. (k39/dot/msb)

Tarif relokasi kargo di Pelabuhan Priok kedaluwarsa

JAKARTA: Pelaku usaha mendesak evaluasi tarif penanganan pindah lokasi penumpukan (PLP) atau relokasi terhadap barang jenis general cargo/breakbulk di Pelabuhan Tanjung Priok guna menghindari membengkaknya biaya logistik.

Pasalnya, tarif  yang diberlakukan hanya berdasarkan kesepakatan tarif PLP general cargo/breakbulk di Pelabuhan Tanjung Priok oleh manajemen Pelindo II dengan sejumlah asosiasi penyedia jasa di pelabuhan itu sudah kedaluwarsa atau habis masa berlakunya sejak dua bulan lalu.

Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan, kesepakatan biaya penanganan PLP itu juga tidak pernah disosialisasikan sebelumnya kepada pelaku usaha.

“Kami juga meminta KPPU (komisi pengawas persaingan usaha) untuk menelusuri hadirnya kesepakatan tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini Senin (10/9).

Dia mengatakan, hampir seluruh barang jenis general cargo/breakbulk di kenakan biaya relokasi akibat  keterbatasan lapangan penumpukan dan minimnya fasilitas gudang di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Biaya relokasi itu sangat memberatkan pemilik barang dan menambah beban logistik nasional,” paparnya.

Toto mengatakan, seharusnya tarif PLP jenis kargo ini juga bisa di evaluasi dan di tekan dengan dilakukannya pembenahan tata ruang Pelabuhan Tanjung Priok.

Disisi lain, kata dia, pertumbuhan volume bongkar muat kargo jenis tersebut cukup signifikan setiap tahun.“Padahal semestinya operator pelabuhan berkewajiban menyiapkan fasilitas lapangan yang cukup guna menampung semua barang yang di bongkar muat,” tuturnya.

Biaya penanganan pindah lokasi penumpukan/relokasi general cargo/breakbulk di Pelabuhan Tanjung Priok selama ini mengacu pada kesepakatan tarif PLP yang ditandatangani Manajemen Pelindo II dengan sejumlah asosiasi di Pelabuhan Tanjung Priok pada 15 Juli 2011. Kesepakatan tersebut berlaku selama satu tahun atau hingga 15 Juli 2012.

Kesepakatan tersebut ditandatangani BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) DKI Jakarta, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) DKI, Asosiasi Perusahaan Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) dan DPC Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya.

Kesepakatan juga di ketahui dan di tandatangani oleh General Manager Pelindo II Tanjung Priok, serta Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok.

Berdasarkan kesepakatan itu untuk moving di kenakan biaya Rp.40.000/cbm/ton, receiving Rp.15.000/cbm/ton, delivery Rp.15.000/cbm/ton, storage Rp.2.250/cbm/ton, dan administrasi Rp.50.000/delivery order (DO).

Sedangkan penanganan PLP breakbulk atau alat berat menggunakan trucking di kenakan storage (penumpukan) Rp.2.250/cbm/ton, moving menggunakan low bed Rp.1.750.000, dan administrasi Rp.50.000/DO. Kemudian, jika PLP alat berat menggunakan driver dikenakan storage Rp.2.250/cbm/ton, pergerakan Rp.250.000/unit serta administrasi Rp.50.000/DO.

Toto yang juga menjabat Ketua Bidang Regulasi & SDM Dewan Logistik Indonesia, mengusulkan tarif PLP kargo jenis tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok bisa di turunkan hingga lebih 50% dari yang ada saat ini, sebagaimana yang pernah dilakukan terhadap tarif penanganan PLP atau over brengen peti kemas.

Soalnya, kata dia, kegiatan PLP itu seharusnya menjadi beban dan tanggung jawab operator pelabuhan karena tidak mampu menyiapkan fasilitas lapangan penumpukan.

“Sebelumnya untuk PLP peti kemas bisa di turunkan, seharusnya untuk PLP kargo umum dan breakbulk juga bisa dilakukan hal yang sama,” ujarnya.

Widijanto, Ketua Komite Tetap bidang perdagangan impor ekspor Kadin DKI Jakarta mengatakan, evaluasi terhadap biaya PLP general cargo/breakbulk di Pelabuhan Tanjung Priok perlu dilakukan, apalagi masa berlaku tarif kesepakatan tersebut sudah berakhir.

“Harus segera di evaluasi, jangan sampai justru terjadi praktek tarif liar, yang ujung-ujungnya akan membebani pelaku usaha,”ujarnya.

Dia mengakui selama ini keluhan dan keberatan biaya PLP jenis kargo tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok masih dirasakan pemilik barang impor.

Sebab, ungkapnya, seringkali barang yang baru di bongkar langsung terkena PLP karena ketidaktersediaan space penumpukan. “Ini tidak adil dan sangat memberatkan,” tuturnya.

Di konfirmasi hal tersebut, Juru Bicara Pelindo II cabang Pelabuhan Tanjung Priok Sofyan Gumelar mengatakan, justru baru mengetahui jika kesepakatan tarif PLP tersebut sudah kedaluwarsa.

“Saya juga baru mengetahuinya dari anda, nanti akan kami sampaikan kepada manajemen bagaimana mencari solusinya,” ujarnya kepada Bisnis.

Data Pelindo II menyebutkan, selama Januari-Juli 2012, arus barang umum (general cargo) melalui Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 29.847.893 ton atau naik 22,6% dibanding periode yang sama tahun lalu 24.330.764 ton.

Arus barang umum selama tujuh bulan pertama 2012 itu berasal dari perdagangan luar negeri (impor) sebanyak 8.941.881 ton dan ekspor 3.262.836 ton.

Kemudian berasal dari perdagangan dalam negeri atau antar pulau yang di bongkar sebanyak 8.858.634 ton dan yang di muat 8.784.542 ton.(K1/api)

pasar domestik kian ketat

JAKARTA: Perebutan pasar muatan angkutan kargo laut rute domestik semakin ketat, menyusul maraknya pengoperasian kapal jenis ro-ro (roll on-roll off) rute antar pulau yang juga melayani angkutan barang dan penumpang  dari dan ke sejumlah daerah di Indonesia.

Direktur Pelayaran PT.Tempuran Emas Tbk, Sutikno Kushumo mengatakan, ketatnya perebutan pasar angkutan tersebut juga menggerus volume angkut kapal peti kemas serta berakibat freight (tarif angkut) kapal peti kemas antar pulau anjlok.

“Dalam setahun terakhir ini cukup banyak muatan kargo yang beralih menggunakan kapal ro-ro karena ongkos angkut-nya dinilai lebih murah,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini Selasa (11/9).

Dia mengatakan, sebagian besar pengoperasian kapal ro-ro masih memperoleh fasilitas menggunakan bahan bakar minyak (BBM) kapal bersubsidi, dan kondisi ini berbeda dengan pengoperasian kapal kontainer.

“Ro-ro selain mengangkut barang juga melayani penumpang, sehingga (sesuai aturan yang) masih diperkenankan menggunakan BBM bersubsidi,” ujarnya.

Kondisi ini mengakibatkan tarif angkut barang di kapal jenis ro-ro lebih murah ketimbang menggunakan kapal kontainer, sehingga operator kapal kontainer-pun kini berusaha mengefisienkan freight agar tetap bisa merebut market muatan.
  
Karena itu, dia berharap pemerintah bisa mengatur lebih tegas rute atau pelabuhan-pelabuhan mana saja di Indonesia yang bisa di layani menggunakan kapal ro-ro.

“Kalau kami disuruh berkompetisi dengan kapal jenis ro-ro, jelas sangat timpang sebab dari sisi beban operasional kapal khususnya BBM juga sudah berbeda,” paparnya.

Sutikno mengungkapkan, sekarang ini terdapat kecenderungan dari sejumlah perusahaan pelayaran untuk memodifikasi kapal-nya agar bisa melayani angkutan jenis ro-ro, mengingat disparitas BBM kapal bersubsidi masih cukup besar jika menggunakan harga BBM keekonomian (non subsidi).

“Tetapi kami (Temas) tidak akan melakukan hal tersebut, karena selama ini kami fokus pada layanan angkutan kontainer,” urainya.

Kendati volume muatan domestik naik lebih dari 35% sepanjang tahun ini, kata dia, tidak otomatis meningkatkan pendapatan operator kapal jenis kontainer karena freight terus berfluktiatif bahkan cenderung turun rata-rata 10% hingga 15% setiap bulannya hampir di seluruh rute.

Meskipun begitu, dia mengakui kinerja pelayanan bongkar muat di sejumlah pelabuhan Indonesia untuk kapal konteiner domestik saat ini sudah lebih membaik ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

“Kami berharap operator pelabuhan di seluruh Indonesia memperbanyak investasi penambahan peralatan bongkar muat dan perluasan lapangan untuk penumpukan,” ujar dia.(K1/Bsi)

KPPU Dukung Penetapan Tarif Batas Atas

JAKARTA: Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mendukung rencana Kementerian Perhubungan menetapkan tarif batas atas pemeriksaan kargo dan pos melalui agen inspeksi atau RA (regulated agent) seiring dengan desakan Ombudsman RI.

Ketua KPPU Tadjuddin Noer Said mengatakan sebetulnya dalam aturan memang menyatakan harga atau tarif itu ditetapkan atas kesepakatan penyedia jasa dan pemakai jasa, tapi permasalahannya bagaimana menetapkan kelompok penyedia dan pemakai jasa.

“Sebelumnya masing-masing kelompok diwakili oleh assosiasi yangg dalam pandangan KPPU dapat bernuansa kartel sehingga kami menyetujui pemerintah menetapkan tarif batas atas,” katanya di Jakarta Senin (10/9/2012).

Hanya saja, katanya, pihaknya meminta Kementerian Perhubungan tidak menetapkan tarif batas bawah tetapi hanya tarif batas atas mengingat tarif batas bawah nantinya ditetapkan oleh mekanisme pasar.

Dia menegaskan pemerintah juga sebaiknya tidak membatasi jumlah perusahaan yang nantinya mengajukan diri sebagai agen inspeksi. Jika dibatasi pelaku usaha, itu melanggar ketentuan persaingan suaha tidak sehat dalam UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berdasarkan UU ini, praktek monopoli diartikan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Pekan lalu Kementerian Perhubungan merilis keputusan untuk menetapkan tarif batas bawah dan atas pemeriksaan kargo dan pos melalui agen inspeksi seiring dengan desakan Ombudsman RI meskipun pelaksanaan hal itu dinilai bertentangan dengan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan. (sut)