Rabu, 28 November 2012

Menkeu bungkam soal BMTPS terigu impor

JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardjojo bungkam soal rekomendasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara terigu impor sebesar 20%.

Agus tak bersedia menjawab apakah rekomendasi dari Menteri Perdagangan akan diteken dalam waktu dekat dalam bentuk peraturan menteri keuangan.

"Belum, belum," jawabnya singkat seusai berbicara dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Rabu (28/11/2012).

Padahal, rekomendasi telah disampaikan Mendag sejak 13 November 2012.

Dalam dokumen yang diperoleh Bisnis,  Mendag Gita Wirjawan berharap Menkeu dapat memberikan pertimbangan terhadap rekomendasi tersebut paling lambat 14 hari kerja.

Sebelumnya, usulan pengenaan bea masuk antidumping terigu impor sebesar 19,67%-21,99% terganjal di menkeu yang berujung pada pencabutan usulan oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) sebagai petisioner.(msb)

Kementerian Perdagangan Bantah Sudah Tetapkan Harga Ekspor

JAKARTA: Kementerian Perdagangan membantah peraturan terkait harga penetapan ekspor sektor tambang sudah disahkan, meskipun pelaku pasar mendengar ada kebocoran.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Deddy Saleh membantah jika Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) Produk Pertambangan untuk periode Desember sudah ditandatangani.

"Sampai saat ini kami masih menyiapkan Peraturan Menteri terkait HPE Produk Pertambangan untuk periode Desember. Terkait pemberitaan tentang beredarnya HPE bulan Desember adalah tidak benar," kata Deddy melalui pesan singkat Selasa (27/11/2012).

Dia menambahkan tidak mungkin peraturan tersebut telah keluar karena penetapan HPE Desember masih dalam proses di Kemendag.

Namun, Deddy menegaskan bahwa penetapan HPE Zirconium berdasarkan hasil keputusan rapat tim terpadu antara Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Dirjen Bea Cukai, Kemetrian ESDM, Kementerian Perindustrian dan Kemendag.

Sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI) memperoleh informasi dari Tiongkok bahwa HPE Desember sudah ditetapkan.

Menurut bocoran informasi itu, HPE zirconium dibagi menjadi 3 kategori dan pajak yang harus dibayar adalah 20% dari HPE itu.

Bocoran itu merinci HPE zirconium kadar di bawah 50% adalah US$ 1.133,7 per ton, kadar 50% sampai 60% US$ 1.365,07 per ton dan kadar di atas 60% US$ 1.515,46 per ton.

Seperti diberitakan sebelumnya, APZI meminta pemerintah untuk menyederhanakan HPE menjadi hanya satu kategori saja agar memudahkan investasi.

Ketua APZI Ferry Alfiand mengatakan HPE yang tetap tiga lapis dengan harga termurah untuk kadar semakin kecil menguntungkan pengusaha yang tidak bangun pabrik.

"Kami tidak mengerti, pemerintah mengharapkan investasi swasta sebesar mungkin agar menyerap tenaga kerja, tetapi yang investasi malah dirugikan. Ini bertentangan dengan program pemerintah," ujarnya.

Untuk memperoleh kadar zircon di atas 60%, dia menjelaskan, barang dari lapangan harus dicuci lagi dengan shaking table (meja goyang), kemudian pemisahan dengan magnet dan konduktor-isolator dengan listrik sedikitnya 300 ribu volt.

Seperti diketahui, HPE Zirconium pada Oktober 2012, hanya dibagi dalam dua kelompok. Bijih zirconium, HPE US$ 1.5561,39 per ton, lalu zirconium silikat dari jenis yang dipakai sebagai opasitas HPE US$ 181 per ton.

Namun sejak November 2012, HPE dibagi menjadi 4 kelompok: Bijih zirconium (ZrO2< 50% HPE USD 1.277,79 per ton basah (WMT). Bijih zirconium (50% ≤ ZrO2 < 60%, HPE US$ 1.538,57 per WMT. Bijih zirconium ZrO2 ≥ 60%, US$ 1.708,7 per WMT. Lalu zirconium silikat dari jenis yang dipakai sebagai opasitas, HPE US$ 1.708,7 per ton kering (DMT).

APZI sudah mengeluhkan masalah ini kepada Ditjen Perdagangan Luar Negeri , sudah menulis surat kepada Menteri ESDM, Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan, tembusan kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Namun, hingga kini, APZI mengklaim tak ada yang mendengar aspirasi tersebut. “Mungkin seharusnya kami mengadu ke Jokowi-Ahok saja,” ujar Ferry sembari tertawa. (bas)(Foto:manufacturer.com)

Impor Sapi Dibatasi Akibatkan Kelangkaan Pasokan Daging

JAKARTA: Pembatasan keran impor bertujuan mendorong swasembada daging sapi tetapi mendorong kelangkaan suplai di sejumlah daerah, sehingga mendorong kenaikan harga makanan yang mengandung protein hewani itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Distributor Daging Indonesia Suhardjito saat berbincang-bincang dengan Bisnis di Jakarta, Selasa (27/11/2012).

Menurutnya, kelangkaan suplai daging sapi sebenarnya membuat pedagang atau distributor susah, karena tidak mendapatkan pasokan untuk berjualan. Akibatnya harga daging di pasaran pun melonjak.

“Kami tidak happy dengan situasi seperti ini, karena kami tidak bisa berjualan. Tidak ada suplai sapi, karena jumlahnya terbatas. Impor dibatasi, sedangkan suplai dalam negeri tidak memenuhi,” ujarnya.

Dia membantah ada upaya dari pedagang atau distributor untuk mendorong kenaikan harga dengan menahan stok yang ada saat ini. Menurutnya, hal tersebut tidak masuk akal karena harga saat ini sudah tinggi, dan seharusnya pedagang menjual daging karena cukup diuntungkan.

Namun, sambungnya, hal itu tidak dilakukan, karena benar-benar tidak ada pasokan dari produsen atau stok sapi impor. “Lucu sekali, sekarang harga sudah mencapai Rp100.000 per kg, tetapi tak turun-turun. Logikanya kalau harga tinggi dilepas. Ini jelas tidak ada suplai,” terangnya.

Dia menuding kebijakan pemerintah yang salah dalam melakukan pembatasan keran impor untuk menuju swasembada daging. “Yang salah kebijakan pemerintah yang notabene belum valid bahwa stok cukup. Kalau pemerintah valid dalam perhitungan nggak mungkin ada lonjakan seperti ini.”

Pemerintah pada tahun ini membatasi keran impor sapi menjadi 34.000 ekor dari tahun sebelumnya 110.000 ekor. Hal itu dinilai menjadi penyebab kenaikan harga daging sapi, karena kelangkaan pasokan. (bas)