Kamis, 30 Januari 2014

Tarif Progresif Penumpukan Peti Kemas di Priok Naik 250%

Bisnis.com, JAKARTA--Tarif penumpukan peti kemas impor untuk masa progresif di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta akhirnya dinaikkan rata-rata dua kali lipat atau hingga 250%.

Kesepakatan ini sudah ditandatangani operator pelabuhan dan asosiasi pengguna jasa di Pelabuhan tersibuk di Indonesia itu, kemarin,  Selasa (28/1/2014).

Dalam dokumen kesepakatan itu, yang diperoleh Bisnis.com, Rabu (29/1/2014), tarif progresif penumpukan peti kemas impor masa 4-10 hari dinaikkan menjadi 500% dari sebelumnya 200% dari tarif dasar penumpukan.

Adapun masa penumpukan progresif di atas 11 hari dan seterusnya menjadi 750% dari sebelumnya 400%. Untuk masa penumpukan 1-3 hari masih berlaku gratis atau bebas.

Kesepakatan bersama penaikan tarif tersebut ditandatangani Direksi Pelindo II, Manajemen Pelabuhan Tanjung Priok  dan operator terminal peti kemas (JICT, TPK Koja, Multi Terminal Indonesia, Mustika Alam Lestari) dengan asosiasi pengguna jasa/pemilik barang yang diwakili Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI), dan Asosiasi Logistik dan Fowarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta.

Kesepakatan tersebut juga diketahui Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Sahat Simatupang.

General Manager Pelindo II Tanjung Priok Ari Henryanto mengakui adanya kesepakatan penaikkan  tarif progresif penumpukan peti kemas itu sudah disepakati oleh stakeholders di pelabuhan Priok.

"Yang dinaikkan adalah tarif masa progresifnya, bukan tarif dasarnya. Sudah disepakati kemarin dengan pengguna jasa," ujarnya, Rabu (29/1/2014).

Dia mengatakan, penaikkan tarif progresif penumpukan untuk mengajak kepada pemilik barang agar tidak berlama-lama menimbun barangnya di lini satu pelabuhan.

"Harapannya, dengan begitu dwelling time di Priok bisa ditekan sehingga arus barang menjadi lancar dan aktivitas logistik menjadi efisien," paparnya.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Sofian Pane, juga membenarkan bahwa  asosiasinya sudah menandatangani kesepakatan tarif tersebut.

Sofian menegaskan, pelaku usaha sangat berharap dwelling time di pelabuhan Priok bisa terus membaik dan salah satu cara untuk menghindari aksi penimbunan barang adalah mengenakan tarif progresif penumpukan yang lebih tinggi.
 
Kalau dwelling time bisa ditekan, kata dia, maka dellivery via trailler dalam satu jam bisa selesai dan kecepatan bongkar muat di dermaga juga bisa lebih terukur.

"Jadi yang dinaikkan itu tarif masa progresifnya, bukan tarif dasarnya," paparnya.

Tarif dasar penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini untuk ukuran 20 kaki berlaku Rp.27.200/bok dan 40 kaki Rp.54.400/bok.Tarif dasar penumpukan peti kemas di Priok itu masih mengacu pada SK Direksi Pelindo II tahun 2008.

"Permintaan manajemen Operator Terminal Priok, tadinya ingin menaikkan tarif masa progresif penumpukan 1.000% hingga 1.500%, tetapi kami (asosiasi) hanya menyetujui 500% hingga 750%," ujarnya.

Dia mengatakan, jika untuk menekan masa inap kontainer sehingga dwelling time di Pelabuhan Priok bisa dipersingkat, pelaku usaha tidak keberatan dengan rencana Pelindo II itu.

Pasalnya, kata Sofian, selama ini pelabuhan kerap dijadikan tempat penimbunan padahal idealnya kegiatan penumpukan barang dan peti kemas di pelabuhan itu sifatnya sementara.

"Pelabuhan hanya tempat transit bongkar muat, kalau barang ditumpuk hanya sementara, bukan malah menjadikan pelabuhan sebagai lokasi permanen timbun barang," paparnya.

UU Minerba Diterapkan: Volume Pengiriman Kargo Mineral Turun 15%

Bisnis.com, MAKASSAR - Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Sulsel menyatakan volume angkutan kargo untuk komoditas mineral telah menurun hingga 15% pada bulan pertama pemberlakuan regulasi ekspor mineral mentah (ore).
Sekretaris INSA Sulsel Hamka mengemukakan kendati pemerintah telah merevisi regulasi tersebut dan masih mengizinkan ekspor mineral yang belum 100% diolah dan dimurnikan hingga 2017, tetap mempengaruhi volume pengiriman kargo yang terus menurun.
"Adanya UU Minerba sangat memengaruhi, saat ini pengiriman kargo sudah sangat minim dan turun hingga 15% pada awal tahun ini. Jika terus seperti ini bisa mempengaruhi operator pelayaran," katanya, Rabu (29/1/2014).
INSA Sulsel juga menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung tidak konsisten dalam penerapan UU Minerba sehingga mempengaruhi pengiriman komoditas mineral dengan kapal.

Rabu, 29 Januari 2014

Sistem Pembayaran RI Jadi Contoh Negara-negara ASEAN


Liputan6.com, Jakarta : Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua diantara anggota G-20 setelah China, Indonesia dipercaya menjadi leader dalam pengembangan sistem pembayaran yang terkoneksi di kawasan ASEAN. Peran Indonesia diharapkan bisa memfasilitasi pengembangan pasar bebas Asean tahun 2015.

Direktur Eksekutif Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Rosmaya Hadi mengungkapkan langkah Indonesia mewujudkan sistem pembayaran yang terintegrasi antar negara ASEAN nantinya dilakukan bersama dengan Thailand.
"Peran itu juga kita mengajak negara lain, seperti Brunei, Kamboja, Vietnam. Jadi kami melakukan berbagai hal, capacity building, mereka datang ke kita, sistem apa yang perlu disamakan dalam MEA nanti," ungkapnya saat ditemui saat menghadiri Seminar Nasional 'Integritas Sistem Pembayaran Menuju Masyarakat Ekonomi Asean 2015' di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (29/1/2014).
Selaku regulator sistem pembayaran di Indonesia, BI mengaku akan terus mengembangkan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan dibarengi perluasan akses.
Sebagai contoh, ungka Rosmaya, BI akan meningkatkan jumlah keanggotaan clearing yang nantinya tidak hanya berasal dari industri perbankan.
"Fitur-fitur juga kita tambah supaya masyarakat terlayani dan betul-betul bisa diproses secara efisien," tegasnya.
Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronis menambahkan Indonesia mampu berperan aktif dalam menghadapi MEA 2015 mengingat potensi ekonomi dan dukungan populasi penduduk yang mencapai 250 juta jiwa. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun ini ditargetkan mencapai US$1 triliun di tahun 2014.
"Dengan kompetensi. Pengelolaan sistem pembayaran yang dimiliki Indonesia, seharusnya Indonesia menjadi penggerak utama sistem pembayaran di Asean," katanya.
Sebagai perusahaan penyedia layanan Artajasa telah membangun sinergi untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang terintegrasi. Sebagai bukti, saat ini Artajasa sudah tergabung dalam APN (Asian Payment Network) yang nantinya akan menghubungkan arus transaksi di wilayah Asean dan Asia. (Yas/Shd)