Senin, 28 April 2014

RUPIAH LEMAH: Pendapatan Industri Pelayaran Tergerus

JAKARTA - Pengusaha industri pelayaran nasional mengaku pendapatan dalam industri ini menurun 10%-15% akibat pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang hingga kini masih menyentuh angka di atas Rp11.000.
Penurunan pendapatan bagi pengusaha dikarenakan biaya operasional menggunakan mata uang dolar AS. Biaya operasional itu meliputi biaya perawatan pembelian suku cadang dan bahan bakar kapal yang menggunakan mata uang dolar AS.
Ketua Umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan pengusaha industri pelayaran tidak bisa berbuat banyak atas fluktuasi rupiah terhadap dolar AS. Dia mengatakan tahun ini dari sisi pendapatan sulit tumbuh.
“Kenaikan biaya operasional dapat menggerus pendapatan perusahaan,” papar Carmelita saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (27/4/2014).
Pihaknya memaparkan pelemahan rupiah juga melonjakkan biaya asuransi dan gaji kru kapal. Satu sisi, pendapatan perusahaan dalam negeri menggunakan transaksi rupiah. Kondisi ini membuat pengusaha bakal mengoreksi pertumbuhan untuk industri pelayaran nasional yang semula ditarget tumbuh 5%.
“Hal itu juga bergantung pada sikap pemerintah untuk memberikan stimulus pertumbuhan pada industri ini,” paparnya.
Menurutnya, keterlibatan pemerintah dalam menyiapkan instrumen untuk memperkuat rupiah sangat diharapkan oleh pelaku industri ini. Pasalnya, pendapatan perusahaan pelayaran saling berkaitan dengan kondisi rupiah terhadap dolar AS. Apabila rupiah terus merosot, industri pelayaran nasional bisa terancam stagnan.
“Kami berharap pemerintah memperbanyak insentif fiskal bagi pelayaran, supaya industri ini bisa bertahan. Selain itu, perlu stabilitas mata uang agar sektor pelayaran bisa tumbuh baik,” paparnya.
Untuk menyiasati depresi rupiah terhadap dolar AS, katanya, para pengusaha melakukan penghematan biaya operasional pelayaran. Selain itu, dalam jangka panjang pengusaha bakal menaikkan tarif angkutan pelayaran 10%-20% secara bussines to bussines dengan pengguna angkutan pelayaran.
Direktur Industri Maritim Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan (IMKAP) Kementerian Perindustrian Hasbi Assidiq Syamsuddin mengaku prihatin dengan depresi rupiah yang berdampak pada industri pelayaran nasional.
“Melemahnya rupiah membuat industri pelayaran tidak bisa berdaya saing,” paparnya.  Mengenai insentif fiskal yang diminta oleh pelaku industri pelayaran nasional, Hasbi menyerahkan kewenangan tersebut kepada Kementerian Perhubungan.

BEA CUKAI Jamin Pemeriksaan Kargo Bandara Halim Maksimal 1 Hari

JAKARTA - Bea dan Cukai menjamin pelayanan layanan pemeriksaan barang kargo umum di Bandara Halim Perdanakusuma hanya memerlukan waktu satu hari demi mendukung pengembangan sektor industri di sekitar Jakarta.
Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta Padmoyo Tri Wikarto mengatakan janji layanan pemeriksaan barang kargo umum maksimal satu hari itu dikhususkan untuk barang-barang yang masuk dalam kategori jalur merah.
“Kami tidak bisa berlama-lama karena di bandara ini ada banyak perusahaan besar kelas dunia seperti FedEx dan TNT. Kami tidak berani menyalahi janji layanan karena bisa berdampak buruk bagi Indonesia secara keseluruhan. Ini menyangkut citra bangsa” katanya, Minggu (27/4/2014).
Dia juga mengatakan pengiriman kargo melalui udara memerlukan ongkos yang tinggi demi mempersingkat waktu pengiriman dibandingkan moda transportasi lainnya. Dengan demikian, pihaknya tidak berani melanggar janji layanan kepada para pengguna jasa di pelabuhan tersebut.
“Kebijakan ini berlaku di seluruh wilayah Jakarta, tidak hanya di Halim saja,” tambahnya. Menurutnya, saat ini sudah ada layanan Integrated Cargo Release System (I-Care) yang mengimbangi waktu pelayanan kepabeanan atau custom clearance kian efektif.
“Rata-rata kami hanya cukup menghabiskan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan proses kepabeanan importir yang masuk Mitra Utama (MITA) prioritas,” tambahnya. Dia melanjutkan sejauh ini impor kargo umum di bandara tersebut umumnya merupakan barang-barang pendukung industri serta suku cadang yang umumnya digunakan oleh industri kargo.
Pada 2013 pergerakan kargo di Bandara Halim Perdanakusuma tercatat mencapai Rp7,2 juta ton yang dibawa oleh pesawat kargo maupun penumpang.

Waktu Post Clearance Jadi Prioritas Pemerintah

Bisnis.com, JAKARTA—Guna mencegah masa tunggu dan bongkar muat (dwelling time) kian meningkat menjelang bulan puasa, pemerintah akan memprioritaskan perbaikan di waktu post clearance agar tetap terkendali.
“Sekarang ini yang utama itu di bagian post clearance. Jadi barangnya itu setelah selesai cepat, tetapi ketika mau keluarin dari pelabuhan malah lama. Nah ini yang bakal menjadi perhatian kami,” ujar Menteri keuangan M. Chatib Basri, Jumat (25/4/2014).
Dia menjelaskan lamanya waktu keluaran dari pelabuhan dikarenakan berbagai faktor. Salah satunya antara lain banyaknya barang-barang yang seharusnya masuk pemeriksaan jalur hijau, tetapi justru ke jalur kuning atau merah.
Selain itu, Chatib juga mengungkapkan jika beberapa importir seringkali menunda barang-barangnya untuk kel uar dari pelabuhan, meskipun barangnya sudah mendapatkan izin keluar dari instansi pemerintah.
“Saya minta ada koordinasi dari instansi pemerintah terkait. Jangan sampai gara-gara pemeriksaan yang tidak benar dari surveyor hingga tarif biaya penimbunan pelabuhan yang murah, menyebabkan dwelling time kita susah turun,” katanya.
Laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diterima Bisnis, menyebutkan rata-rata rata-rata waktu post clearanceperiode Januari 2012 s.d Agustus 2013 yang mencapai 35,73% dari rata-rata dwelling time sebesar 7,73 hari.