Selasa, 06 Maret 2018

Neraca Perdagangan Surplus, Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Melonjak

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menguat jika pemerintah menstabilkan neraca perdagangan. Pada Januari lalu, tercatat neraca perdagangan negara mengalami defisit akibat kegiatan impor yang meninggi, melebihi ekspor non-migas yang sebenarnya juga naik.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, neraca perdagangan masih akan mengalami defisit pada Februari nanti. Namun pada bulan setelahnya kemungkinan besar akan surplus. 

"Diproyeksikan, neraca perdagangan pada Maret dan April akan kembali surplus karena permintaan bahan baku dari negara tujuan ekspor semakin baik," ujarnya ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Minggu (18/2/2018).
Surplus neraca perdagangan tersebut dapat menjadi pertanda bagus terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
"Sebuah sinyal bagus. Harapannya, ekspor ke depan bisa terus tumbuh 5-7 persen. Proyeksi Indef, pertumbuhan ekonomi 2018 membaik sedikit menjadi 5,1 persen," ungkap dia.
Selain karena meningginya kegiatan ekspor, dia mengatakan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan keberadaan tahun politik 2018 juga akan menjadi faktor lainnya dalam pertumbuhan ekonomi negara.
"Konsumsi rumah tangga diproyeksi tumbuh 5 persen, lebih baik dari tahun lalu di 4,95 persen. Kemudian kinerja investasi tumbuh 7-8 persen. Belanja pemerintah di tahun politik juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.



Defisit pada Januari

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor nonminyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 670 juta pada Januari 2018.
"Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta, tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto pada Kamis 15 Februari 2018. 
Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27 miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar. Namun neraca perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari.
"Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga neraca perdagangan surplus," kata dia.
Suhariyanto menambahkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit dengan sejumlah negara antara lain China sebesar US$ 1,8 miliar, Thailand sebesar US$ 211 juta dan Australia sebesar US$ 178,2 juta.

Minggu, 04 Maret 2018

Kemenperin Akan Larang Impor Truk Bekas

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menerapkan larangan impor truk bekas dari luar negeri. Hal ini sebagai ‎bentuk dukungan pemerintah terhadap pertumbuhan industri kendaraan di dalam negeri.
Payung hukum kebijakan tersebut, yaitu Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 34 tahun 2017 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih.
Regulasi yang mulai berlaku pada Desember 2017 ini, antara lain mengatur mengenai skema importasi completely knock down (CKD) dan incompletely knock down (IKD).

    “Kami akan hentikan impor truk bekas untuk mendukung perkembangan industri truk, bus, dan kendaraan niaga lainnya di Indonesia. Apalagi industri kendaraan komersial di Tanah Air telah memiliki kapasitas produksi mencapai 200 ribu unit per tahun," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/3/2018).
    Dengan tersebut, lanjut dia, diharapkan bisa mendorong penjualan truk produksi dalam negeri. Selain itu, juga akan meningkatkan investasi di sektor otomotif, khususnya kendaraan komersial.
    “Diharapkan, adanya aturan itu akan lebih mendorong investasi dan produksi kendaraan bermotor, termasuk kendaraan komersial,” kata dia.

    1 dari 2 halaman

    Aturan Sebelumnya

    ‎Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto menyatakan, selama ini impor truk bekas memerlukan rekomendasi dari Kemenperin. “Untuk menghentikannya, tinggal kami tidak keluarkan rekomendasinya,” ungkap dia.
    Harjanto menyatakan impor truk bekas memang seharusnya tidak dilakukan lagi mengingat tidak ada yang bisa menjamin kondisi truk tersebut dari sisi emisi maupun keamanannya.
    “Itu kalau yang diimpor truk bekas, truk lama, itu kan emisinya tinggi. Sedangkan kita mau menurunkan emisi. Kemudian, soal keamanan, siapa yang tahu kalau itu misalnya remnya tidak blong. Makanya memang harus dihentikan," lanjut dia.
    Rencana ini mendapatkan sambutan positif dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengungkapkan, dibukanya impor truk bekas akan mematikan bisnis industri otomotif.
    “Kemampuan produksi truk di Indonesia sudah di atas 200 ribu per tahun. Sekarang penjualannya mencapai 80 ribuan per tahunnya," ucap dia.
    Padahal, kata dia, industri otomotif Indonesia sangat berkontribusi terhadap perekonomian nasional. “Harus diingat, bahwa secara total industri otomotif kita sudah mempekerjakan hingga 1,2 juta-1,4 juta orang. Kemudian juga, menyumbang pemasukan ke pemerintah sekitar Rp 100 triliun-Rp 120 triliun,” tandas dia.

    Melonjak 677 Persen pada Januari 2018

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Januari 2018 mengalami peningkatan sebesar US$ 39 juta menjadi US$ 15,1 miliar atau 0,26 persen dibandingkan Desember 2017. Hal ini disebabkan karena kenaikan impor non migas yang nilainya sebesar US$ 457 juta atau naik 3,65 persen. Di sisi lain impor migas justru mengalami penurunan seebsar US$ 418 juta menjadi US$ 2,1 miliar. BACA JUGA Kadin: 93 Persen Barang di Situs Online Adalah Produk Impor Ekspor Perhiasan Indonesia Naik Drastis pada Januari 2018 Neraca Dagang RI Defisit US$ 670 Juta pada Januari 2018 Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan impor ini paling tinggi adalah kategori barang senjata dan amunisi. Banyaknya impor senjata disebabkan kebutuhan TNI dan Polri untuk memperkuat sistem pertahanan Indonesia mengalami peningkatan. "Senjata menjadi salah satu golongan barang yang mengalami kenaikan impor di periode Januari 2018 selain Kendaraan dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik, baham kimia organik, mesin dan pesawat listrik," kata dia dikantornya, Kamis (15/2/2018). BPS mencatat kenaikan impor senjata dan amunisi mencapai 677,4 persen dibandingkan Desember 2017. Nilainya pada Desember 2017 sebesar US$ 13,3 juta namun pada Januari 2018 melonjak menjadi US$ 103,4 juta. Meski jika dibandigkan Desember 2017 mengalami penigkatan, namun jika dibandingkan Januari 2017, impor senjata dan amunisi mengalami penurunan 20,5 persen. 1 dari 3 halaman Impor Kendaraan Ekspor Mobil Naik 20 Persen pada Semester Pertama 2017 Sejumlah mobil yang siap diekspor di Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta, Selasa (8/8). Kemenperin mencatat ekspor mobil CBU pada Semester I tahun meningkat 20,5% dibandingkan periode yang sama tahun 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo) Sementara untuk golongan kendaraan dan bagiannya, periode Januari 2018 BPS mencatat mengalami kenaikan 31,81 persen menjadi US$ 695,8 juta dari bulan sebelumnya US$ 527,9 juta. Sedangkan jika dibandingkan Januari 2017, impor golongan ini mengalami kenaikan 67,7 persen. Tak kalah tinggi kenaikan impor juga terjadi untuk kategori bahan kimia organi yang mengalami kenaikan 25 persen. Pada Desember 2017 impor golonga ini hanya US$ 451,9 juta menjadi US$ 564,9 juta. Sedangkan secara Year-on-Yearn, juga masih mengalami kenaikan 12,8 persen. Dari tingginya impor Indonesia pada Januari 2018 tersebut, Tiongkok masih menjadi negara penyumbang terbesar. Tercatat peran Tiongkok mencapai 28,94 persen. 2 dari 3 halaman Neraca Dagang Januari Defisit Ekspor Mobil Tahun Ini Ditargetkan Tumbuh 7 Persen-Jabar- Immanuel Antonius-20170223 Daya saing ekspor mobil Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 41 dunia, Jabar, Kamis (23/2). Sementara Thailand berada di peringkat 34 dunia, dan Malaysia di peringkat 25 dunia. (Liputan6.com/Immanuel Antonius) Untuk diketahui, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand. Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor non minyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 676 juta pada Januari 2018. "Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto. Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27 miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar. Namun neraca perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari. "Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga neraca perdagangan surplus," kata dia. Suhariyanto menambahkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit dengan sejumlah negara antara lain China sebesar US$ 1,8 miliar, Thailand sebesar US$ 211 juta dan Australia sebesar US$ 178,2 juta.