Jumat, 20 Februari 2015

Eksportir wajib LC & optimalkan rantai pasokan

Terhitung mulai 1 April tahun ini sejumlah komoditas ekspor wajib menggunakan L/C (letter of credit) untuk bertransaksi.
JAKARTA (Persbiro): Kementerian Perdagangan (Kemdag) kini telah menyiapkan peraturan baru bagi pelaku ekspor Indonesia.

Dalam peraturan ini, Kemdag menjadikan metode pembayaran melalui Letter of Credit (L/C) sebagai standar pembayaran.

Peraturan ini disampaikan Staf Ahli Mendag Bidang Kebijakan Perdagangan Luar Negeri dan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Arlinda Imbang Jaya pada acara Coaching Clinic for Media yang diadakan Citi Indonesia, Kamis (12/2).

Melalui Permendag No 4 Tahun 2015, eksportir diwajibkan menggunakan L/C dalam transaksi ekspor impor.

Namun, tak semua eksportir diwajibkan untuk menggunakan L/C.

Sektor-sektor yang diwajibkan menggunakan L/C hanyalah sektor-sektor yang dianggap memiliki kontribusi besar bagi nilai total ekspor negara seperti mineral, batu bara, minyak dan gas bumi, serta hasil kelapa sawit yaitu CPO dan CPKO.

Peraturan ini akan efektif dijalankan oleh Kemendag sejak 1 April 2015 mendatang.

"Tak ada perpanjangan waktu untuk pemberlakuan peraturan ini. Oleh karena itu, seluruh eksportir barang komoditas diharapkan sudah menggunakan metode L/C sebelum tanggal diberlakukannya peraturan tersebut," tegas Arlinda.

Tujuan utama peraturan ini adalah untuk mengawasi komoditas yang memiliki peranan penting dalam perekonomian negara.

Menurut data yang didapat dari Kemendag, total produk wajib L/C pada Januari-September 2014 lalu menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 43,86 miliar.

Untuk itu, penting adanya pengawasan dari pemerintah untuk menaikkan nilai ekspor komoditas tersebut di tahun-tahun mendatang.

Arlinda menambahkan, selain memiliki kontribusi besar bagi perekonomian negara, komoditas tersebut merupakan sumber daya alam yang harus dijaga kelestariannya.

L/C dianggap sebagai salah satu sarana yang tepat untuk menjaga ketahanan sumber daya yang menjadi komoditas utama Indonesia.

Keuntungan lain yang diharapkan timbul dengan hadirnya peraturan ini adalah untuk sektor industri perbankan dalam negeri.

Melalui L/C, bank-bank yang menjadi perantara dapat memperoleh keuntungan dari pembayaran biaya administrasi serta komisi transaksi.

Optimalisasi rantai pasokan

Chairman of Global Counsel Lord Mandelson menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah Pemilu 2014 menunjukkan tren positif sekaligus berpotensi membuka peluang bisnis baru.

Apalagi, pemerintah baru memasang target ambisius meningkatkan ekspor sebesar 300% untuk periode lima tahun ke depan.

Kendati demikian, Indonesia menghadapi permasalahan terkait ketersediaan pasokan barang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan luar negeri.

"Langkah utama menguatkan pasar dalam negeri adalah membangun infrastruktur untuk mengintegrasikan satu pulau dengan pulau lain. Terkait perdagangan luar negeri, saya menilai Indonesia sebaiknya tidak sekadar memasuki Asean, tetapi meningkatkan penetrasi ke pasar global yang lebih luas," ujarnya di sela-sela acara Indonesia's Future in Global Supply Chain: The Challenge for Indonesia's New Government, Kamis (12/2/2015).

Mantan Komisioner Perdagangan Uni Eropa tersebut menjelaskan problema lain yang menghadang pertumbuhan perdagangan Indonesia adalah sisi pasokan.

Strategi pemerintah untuk mengurangi ekspor komoditas primer dinilai tepat.

Indonesia memang sebaiknya mulai memfokuskan memproduksi barang bernilai tambah, misalnya mengembangkan industri manufaktur dan jasa.

Menurutnya, permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait supply dan demand, tak akan terpecahkan jika pemerintah hanya mengandalkan industri dalam negeri.

Pasalnya, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk membuat kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan di dalam negeri.

Pasalnya, sebagai negara yang tengah mengembangkan value chain dan kebutuhan infrastruktur, Indonesia harus mampu memperluas perdagangan komoditas unggulan dan jasa yang memiliki nilai tambah.

Tak lupa, Pemerintah juga harus berkompetisi memperebutkan modal tetap (fixed capital), seperti negara berkembang pada umumnya.

Namun, dia mempertanyakan seberapa siap Indonesia untuk bersaing memperebutkan foreign direct investment (FDI) di tengah sengitnya persaingan global saat ini.

"Banyak orang menganggap dengan mempermudah masuknya FDI akan merusak bisnis produsen dalam negeri. Namun, persepsi sangat dangkal.

Saya berpendapat FDI bisa diminimalisir jika pemerintah beroritentasi mengejar kinerja ekspor di masa mendatang."

Berita Satu/Bisnis Indonesia/AS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar