Senin, 24 Februari 2014

SNI Wajib Diterapkan, Mainan Ilegal Diprediksi Kian Marak

Bisnis.com, JAKARTA – Peredaran produk impor ilegal mainan anak diperkirakan akan semakin marak di pasar tradisional dan pasar online, pasca penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib mainan pada 30 April mendatang, jika tidak ada peningkatan pengawasan secara ketat.
Vice Chairman for Marketing Asosiasi Pengusaha Mainan Anak Indonesia (APMI) Sudarman Widjaja memperkirakan perputaran uang dari penjualan mainan impor illegal saat ini sudah mencapai sekitar US$600 juta atau 5 kali lipat dibandingkan dengan impor resmi mainan anak sebesar US$120 juta.
Penjualan tersebut, sambungnya, justru terjadi di pasar tradisional dan situs jual beli online, yang sayangnya lepas dari pantauan pemerintah. Pasar-pasar ini pula yang nantinya akan menjadi sasaran empuk para importir ilegal untuk memasarkan produk mainan tidak ber-SNI yang sebagian besar berasal dari China.
“Saat importir resmi sibuk mengurus SNI untuk memasukan produknya ke pasar-pasar ritel modern di Indonesia, pasar tradisional dan situs beli online akan dipenuhi mainan impor illegal. Apalagi, saat ini belum ada solusi dan penjelasan pemerintah mengingat ini tahun politik,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (24/2/2014).
Dia mengakui, maraknya peredaraan produk mainan impor di Indonesia terjadi karena tingginya permintaan dari masyarakat yang menginginkan berbagai varian mainan dengan harga yang lebih terjangkau. “Produk-produk China ini bentuknya bervariasi, harganya pun terjangkau sehingga sangat disukai masyarakat,”
Sudarman menyebutkan, produk illegal tersebut biasanya masuk melalui pelabuhan kecil dan pelabuhan tikus yang jarang diawasi oleh pemerintah dan Bea Cukai seperti Pangkal Pinang, Batam, Bintan, Tanjung Balai, serta pelabuhan kecil di Surabaya.
Selain itu, banyak juga importir nakal yang sudah berpengalaman, memasukan produk mainan illegal tidak melalui HS 9503 sebagai kode impor resmi mainan dari BPS tetapi menggunakan kode lainnya, atau memasukan produknya melalui trans shipment di tengah laut sehingga tidak terditeksi oleh bea Cukai.
“Jalur impor illegal ini agak susah dan sulit terdeteksi sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah. Apalagi produk dari China, mereka tidak butuh SNI karena sudah tahu pangsa pasarnya di tradisional,” tuturnya.
Apalagi, pemerintah akan memperketat pemberian label SNI untuk produk impor resmi dengan melakukan pengujian dan pengawasan langsung ke produsen dari negara asal, tidak bisa hanya pengujian produknya saja, kecuali untuk negara yang sudah memiliki mutual recognition agreement (MRA) dengan Indonesia.
“Hal ini justru dikhawatirkan akan semakin meningkatkan peredaran produk illegal dan terjadi kongkalikong di dalamnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar