Bisnis.com, JAKARTA - Kepadatan jalan raya mengakibatkan profit para
pengusaha jasa pengiriman bisnis truk menyiapkan konsep bisnis ke depan,
berupa pemanfaatan pengoperasian kereta barang.
Head Office
Eureka Logistics Paul S Hutauruk mengatakan saat ini pelaku jasa
pengiriman melalui truk (trucking) menghadapi kendala inefisiensi biaya.
Dengan angka kepadatan jalan raya tiap tahun tingkat ritase armada pun
kian berkurang.
Hingga saat ini, ritase armada truk dengan jarak tempuh Jakarta-Surabaya, umumnya hanya empat hingga tujuh ritase.
Karena
itu, pelaku jasa pengiriman inipun bersiap memaksimalkan peranan kereta
api, terlebih dengan kehadiran jalur ganda rel di Utara Jawa serta
pembangunan lintas selatan.
"Kami memanfaatkan kereta api untuk
maskimalkan bisnis, kereta jadi moda dan penambahan fasilitas kita,"
ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/3).
Pelaku jasa pengiriman
kewalahan menanggapi permintaan para pelanggan. Mereka, kata Paulus,
memiliki frekuensi pengiriman padat dan volume yang besar.
Sebagaimana
perusahaannya, kerap kali tak bisa mengimbangi permintaan pengiriman
barang berbobot 60 ton, dengan target waktu sehari sampai Surabaya.
"Karenanya kami minta bantuan dari kereta."
Tidak hanya itu,
dengan ritase yang terpangkas saban tahun, pelaku usaha menanggung beban
operasional yang meningkat. Untuk biaya bahan bakar solar, pengusaha
harus mengeluarkan uang separuh dari tarif jasa.
"Bahan bakar
hampir 50% dari tarif kami. Makanya kami pun sudah menyiapkan pola
bisnis ke depan dengan memanfaatkan moda lain, kereta api dan kapal,"
ungkapnya.
Para pelaku jasa inipun mengintip peluang di bidang
pengangkutan melalui truk khusus dari terminal kereta maupun pelabuhan
hingga ke gudang konsumen. Dengan variasi armada, mulai dari truk
trailer hingga box, pelaku jasa berharap dapat memangkas biaya
operasional tanpa mengenakan tarif tinggi ke konsumen.
Hal
senada juga diungkapkan Direktur Operasional Lookman Djaja Kyatmaja
Lookman. Menurutnya, operasi truk ke depan sudah tidak memungkinkan,
profit tidak bisa bertambah sedangkan biaya operasional selalu
bertambah.
"Lima tahun armada truk hanya punya ritase tiga, karena itu harga atau tarif pasti naik," ujarnya.
Dengan
kenyataan demikian, secara strategis selain akan memukul jasa
pengiriman melalui truk, tarif mahal itupun berakibat pada daya saing
industri nasional. Sewaktu pengiriman Jakarta-Surabaya lebih mahal
daripada pengangkutan langsung dari Vietnam, banyak produsen melarikan
pusatnya ke negara-negara Asean lainnya.
Terlebih lagi, lanjut
Kyatmaja, kondisi seperti itu akan jadi kenyataan manakala pemberlakuan
AEC 2015. "Pengiriman dari negara Asean lain bisa menggunakan satu kapal
besar, biayanya lebih murah sampai di Surabaya," tukasnya.
Utilisasi
kereta rendah. Kerta lewat kosong lama. Inilah bersama kita pindahkan.
Tambah dari 200-300, profit tdk naik, beban menanggung masyarakat.
Ketika efeknya td kompetitif industri di luar, mereka kan bisa masukin.
Nanti dari malaysia dan vietnam.
KENDALA
Walau demikian,
banyak pengusaha jasa pengiriman truk, melihat kereta api masih belum
menunjukkan penurunan biaya. Tidak lebih kompetitif dibanding pengiriman
truk.
Paulus menyebutkan banyaknya pelanggan mereka yang
ditawari paket pengiriman melalui kereta, namun menolak. "Padahal biaya
trailer dari priok cimanggis Rp1,5 juta, kalau dengan box Rp900 ribu,
kuli bongkar 150 ribu. Mereka tak mau ambil risiko leadtime yang lama,
sehingga biaya pun jadi lebih mahal."
Oleh karena itu, pelaku
jasa pengiriman inipun mengharapkan adanya pembangunan pusat-pusat
distribusi, dan pembenahan akses stasiun barang. Dengan sistem
terintegrasi, pengumpulan barang konsumen serta volume pun bisa
melonjak.
"Biaya pengiriman dari stasiun ke stasiun itu Rp3 juta,
tetapi bagaimana dengan pra dan purna pengiriman kereta ini. Kalau
biayanya bisa Rp500 ribu, pengusaha trucking pasti akan beralih," ujar
Kyatmaja.